Alamat

Jl. Tambak No. 18, Pegangsaan

Kec. Menteng, Jakarta Pusat

DKI Jakarta 10320

Breadcume here >

Obat Ibu Menyusui Yang Aman Bagi Bayi

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, ASI adalah makanan terbaik bagi bayi. Menyusui sendiri merupakan kegiatan yang membahagiakan ibu serta memberi manfaat besar dalam kesehatan ibu dan bayi. Namun kadangkala seorang ibu yang sedang menyusui mengalami sakit, sehingga membutuhkan obat . Pada keadaan seperti ini, ibu pasti akan selalu menanyakan amankah saya tetap menyusui selama harus minum obat? Apakah obat ini akan mempengaruhi ASI atau bayi saya? Maka mari kita bahas bersama masalah ini.

Dalam ASI terdapat zat kekebalan tubuh yang berasal dari ibu, yang akan ditransfer kepada bayi sehingga membantu mengatur respon kekebalan tubuh bayi dalam melawan infeksi, karena itu apabila seorang ibu menyusui sedang sakit, dalam tubuh ibu pasti juga terbentuk zat kekebalan untuk melawan infeksinya yang tentu akan terdapat pula dalam ASI. Namun apabila ibu tetap membutuhkan obat, umumnya hanya sekitar 1% dari dosis obat yang diminum ibu akan sampai kepada bayi.  Hanya ada sebagian kecil obat yang mungkin punya pengaruh kurang baik terhadap bayi atau produksi ASI. Konsentrasi obat dalam ASI paling tinggi 1 – 3 jam pertama setelah minum obat.

Obat yang merupakan kontra indikasi (tidak boleh) bagi ibu menyusui adalah: obat-obatan kanker (sitostatika),obat yang mengandung nikotin (atau ibu yang merokok), obat yang mengandung radioaktif (biasanya diberikan bersama obat sitostatika). Apabila karena sesuatu hal seorang ibu menyusui harus mengkomsumsi obat-obatan di atas, maka ibu harus menghentikan pemberian ASI selama masih menerima obat tersebut, namun ASI harus rajin diperah dan dibuang supaya produksi ASI tetap terjaga.

Ada pula jenis obat yang dapat diberikan kepada ibu menyusui tetapi harus berhati-hati, apabila mungkin dicari obat penggantinya. Obat yang termasuk jenis ini antara lain: klorpromazin, kloramfenikol, metronidazole, salisilat, fenobarbital, primidone, kafein yang berlebihan, pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, indometasin, yodium, povidon iodin, asam nalidiksat, nitrofurantoin, fenitoin, golongan sulfa, tolbutamid, dan furosemid.

Obat-obatan jenis berikut ini aman diberikan kepada ibu menyusui yaitu: analgesik, antibiotika (hampir semua jenis), obat sakit maag, obat antitiroid, obat tekanan darah tinggi, dan kortikosetroid dalam dosis tidak lebih dari 80mg/hari.

Selama ibu menyusui harus minum obat, sebaiknya tetap memantau kondisi bayi adakah reaksi kurang baik yang terjadi pada bayi,misalnya: reaksi alergi, diare, mengantuk, perubahan pola menyusu, perubahan pola tidur, tingkat kesadaran, reaksi kulit berupa ruam kemerahan, pola buang air besar, dan lain-lain.

Jadi seorang ibu menyusui relatif aman untuk mengkonsumsi obat yang memang dibutuhkan untuk mengatasi sakitnya. Beberapa panduan yang dapat digunakan ibu menyusui selama masih harus minum obat adalah:

  • Tentukan apakah ibu benar-benar memerlukan obat tersebut atau tidak.
  • Apabila keluhan masih bisa diatasi dengan terapi bukan obat, sebaiknya lakukan hal itu terlebih dahulu, misalnya dengan pijatan, istirahat, berendam dalam air hangat, menghindari sumber alergi, menghindari makanan yang menimbulkan banyak gas, makan yang mengandung banyak serat, dan minum air lebih banyak.
  • Apabila memang harus membutuhkan obat, ibu bisa minum obat segera setelah bayi selesai menyusu, atau sebelum bayi tidur dalam waktu yang lama, sehingga kadar obat dalam ASI adalah yang paling rendah.
  • Jangan lupa untuk memperhatikan gejala yang timbul pada bayi misalnya kulit kemerahan, gelisah, sulit tidur, malas minum, dan sebagainya.
  • Ibu dianjurkan untuk memerah ASI dan dibuang saat tidak dapat menyusui karena obat yang dikonsumsi berbahaya, kemudian tetap melanjutkan menyusui setelah pengobatan selesai.

 

dr. J. Mila Hardiani C, SpA

Sumber: Suradi R. Pemberian obat bagi ibu yang sedang menyusui. Dalam: Suradi R, Hegar B, Partiwi IGAN, Marzuki ANS, Ananta Y, penyunting. Indonesia Menyusui. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. h.169 – 78.